Tantangan dan Isu Utama dalam Meningkatkan Inklusi Layanan Keuangan Digital di Indonesia: Analisis Laporan White paper IFII J-PAL SEA
Keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan inklusi keuangan dalam beberapa tahun terakhir didukung oleh komitmen yang kuat dari pemerintah dan sektor swasta, serta pesatnya inovasi teknologi terutama yang mendukung penyediaan layanan keuangan digital atau digital financial service (DFS). Memperluas DFS untuk menjangkau rumah tangga miskin dan yang tinggal di pedesaan dapat berkontribusi pada ekonomi masyarakat yang lebih baik dan pengentasan kemiskinan. Namun di Indonesia, DFS baru menjangkau kalangan menengah ke atas dan yang tinggal di daerah perkotaan. Bagaimana inovasi teknologi di sektor keuangan dapat membantu mempercepat inklusi keuangan?
Sebagai dukungan untuk mewujudkan agenda inklusi keuangan pemerintah Indonesia, J-PAL Southeast Asia (SEA) meluncurkan Inclusive Financial Innovation Initiative (IFII), yang diluncurkan pada bulan Oktober 2020 melalui sebuah webinar bertajuk “Menuju Inklusi Keuangan Digital di Indonesia”. Webinar ini diisi dengan presentasi oleh Simone Schaner (peneliti terafiliasi J-PAL, USC, J-PAL IFII Chair) mengenai rangkuman temuan dari laporan Whitepaper IFII, dan diskusi panel dengan pemangku kepentingan di sektor DFS, Ida Rumondang (Senior Executive Researcher, Department of Financial Services Research, Otoritas Jasa Keuangan), dan Ricky Satria (Deputy Director of Payment System Policy, Bank Indonesia) yang dimoderatori oleh Arya Gaduh (peneliti terafiliasi J-PAL, University of Arkansas).
Peluang pengembangan DFS di Indonesia
Dalam acara webinar, Dr. Schaner mempresentasikan hasil kajian whitepaper IFII yang berisi gambaran mengenai kondisi inklusi keuangan dan DFS di Indonesia. Laporan whitepaper IFII bertujuan untuk memberikan analisis yang mendalam mengenai pemanfaatan DFS untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif serta arahan strategis untuk melakukan riset untuk menjawab pertanyaan kebijakan yang berkaitan dengan DFS. Laporan ini adalah hasil dari studi literatur global, analisis data, dan wawancara dengan pemangku kepentingan di sektor DFS.
Di acara webinar ini, juga terdapat dua sesi diskusi interaktif antar partisipan, dimana partisipan yang berkecimpung di sektor DFS mendiskusikan beberapa kasus penggunaan DFS yang potensial dan bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan fitur rekening tabungan pada Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Ada beberapa poin utama yang dibahas dalam presentasi dan diskusi tersebut:
Poin 1: Di Indonesia, karakteristik demografis bukan penentu utama seseorang memiliki rekening bank
Tim riset IFII menganalisis data survei Financial Inclusion Insights (FII) 2018 untuk memprediksi karakteristik yang dapat menjadi prediktor kepemilikan rekening bank di Indonesia. Kajian kami menunjukkan bahwa karakteristik demografis seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, dan faktor sosial ekonomi yang lain bukan merupakan penentu utama kepemilikan rekening bank. Karakteristik lain yaitu partisipasi dalam program bantuan sosial pemerintah dan kepemilikan kartu identitas justru dapat lebih baik memprediksi apakah seseorang memiliki rekening bank. Meskipun analisis ini tidak dapat menyatakan faktor pendorong inklusi keuangan, analisis ini dapat membantu memetakan faktor apa yang mungkin penting untuk diperhatikan, seperti contohnya memperbaiki kualitas hubungan masyarakat pada sistem yang telah dimiliki oleh pemerintah, sambil membangun literasi teknologi masyarakat.
Poin 2: Di Indonesia, kesiapan digital masyarakat tumbuh lebih cepat daripada perkembangan DFS
Data FII menunjukkan bahwa banyak orang Indonesia yang sebetulnya sudah memiliki kemampuan untuk mengadopsi e-money, namun belum pernah menggunakannya. Diantara pemilik smart phone yang belum menggunakan e-money, 49% dari mereka bisa mengoperasikan internet dan 45% dari mereka bisa mengunduh aplikasi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hanya 9.5% dari pemilik smart phone yang sudah menggunakan e-money pada survei tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa ada potensi untuk menjaring orang yang telah siap untuk menggunakan e-money. Namun hal ini akan bergantung pada kemampuan provider e-money dalam mempermudah proses adopsi dan mempromosikan penggunaan yang menarik sesuai dengan kebutuhan berbagai kalangan dari berbagai latar belakang sosial ekonomi.
Poin 3: Remitansi, digitisasi transfer G2P (Government-to-People), dan e-commerce merupakan kasus penggunaan yang berpotensi untuk menjadi pintu masuk masyarakat ke DFS
Terdapat berbagai tantangan untuk membuat DFS dapat diadopsi oleh masyarakat berpendapatan rendah dan yang tinggal di pedesaan. Saat sesi diskusi interaktif, partisipan menyebutkan jaringan agen bank, digitisasi transfer G2P, dan remitansi sebagai beberapa contoh layanan keuangan yang berpotensi untuk menjadi jembatan masyarakat mengakses DFS. Ada beberapa contoh penggunaan layanan keuangan lain yang didiskusikan dapat berpotensi meningkatkan adopsi DFS:
- Analisis kami menunjukkan bahwa mendorong penggunaan fitur perbankan KKS dapat meningkatkan inklusi keuangan. Meskipun keikutsertaan dalam program bantuan sosial merupakan salah satu prediktor terkuat dari kepemilikan rekening, hanya 60% penerima bantuan yang tahu bahwa KKS mereka terintegerasi dengan rekening bank. Saat sesi diskusi interaktif, partisipan menggaris bawahi kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fitur KKS adalah alasan utama rendahnya angka transaksi perbankan dengan kartu tersebut. Diperlukan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menginformasikan fitur perbankan yang terdapat pada KKS.
- Mengoptimalkan sistem yang telah ada untuk mempermudah remitansi berpotensi meningkatkan inklusi keuangan. Remitansi merupakan transaksi yang sangat umum di Indonesia. Data SOFIA 2017 melaporkan bahwa lebih dari 60% orang mengirim dan menerima kiriman uang secara domestik maupun internasional setahun belakang. Namun, pengiriman berbentuk uang tunai masih yang paling umum dilakukan. Ini menunjukan bahwa terdapat potensi yang cukup signifikan untuk mengembangkan produk yang dapat membuat transfer menjadi lebih mudah dan terjangkau.
- Dukungan terhadap UMKM untuk bisa secara optimal memanfaatkan platform e-commerce berpotensi untuk meningkatkan pendapatan dan akses mereka terhadap layanan keuangan.
Dalam diskusi interaktif, partisipan juga mendiskusikan penggunaan lain, contohnya penggunaan e-money untuk pembayaran tagihan dan produk tabungan yang terpersonalisasi sesuai kebutuhan. Partisipan juga menggaris bawahi bahwa kesuksesan dalam memberikan akses layanan keuangan bergantung pada upaya pemberi layanan dalam berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Salah satu sarana utama yang dapat membantu masyarakat di daerah pedesaan adalah jaringan agen bank. Agen bank direkrut oleh bank untuk memberikan layanan berbankan bagi masyarakat yang sulit dijangkau oleh ATM maupun kantor cabang. Selain itu, desain dari tampilan platform atau aplikasi yang mudah dipahami dapat sangat membantu untuk mempercepat adopsi layanan.
Bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan kebijakan DFS di Indonesia
Bukti ilmiah yang dapat memberi rekomendasi bagi pembuatan kebijakan terkait inklusi keuangan di Indonesia masih terbatas. Laporan whitepaper IFII memaparkan beberapa lingkup strategis yang berpotensi untuk diteliti lebih lanjut untuk memelajari mengapa dan bagaimana produk DFS dapat berfungsi secara efektif, serta apa yang dapat dilakukan untuk memperluas penggunaannya. Beberapa fokus utama yang direkomendasikan adalah:
- merancang strategi untuk menarik masyarakat untuk mengadopsi DFS dan memastikan penggunaannya berlanjut, terutama yang bisa dilakukan saat pandemic COVID-19;
- merancang program atau strategi dalam lingkup remitansi, digitisasi G2P, dan e-commerce;
- memperkuat infrastruktur DFS, seperti misalnya jaringan agen.
Tanggapan pembuat kebijakan mengenai perkembangan DFS di Indonesia
Acara webinar ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk memberikan refleksi dan tanggapan pada diskusi temuan mengenai DFS.
Ida Rumondang, (Executive Researcher, OJK) menggaris bawahi pentingnya kerja sama antar pemangku kepentingan untuk mempromosikan literasi keuangan dan digital secara terus menerus. Beliau mendiskusikan program pelatihan dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh OJK, serta peran penyedia layanan dan agen di lapangan dalam memberikan pelatihan dan edukasi langsung ke konsumen. Untuk mempromosikan fitur perbankan pada penerima KKS, OJK telah bekerja sama dengan penyedia layanan keuangan, Kementerian Sosial, dan BI dalam memberikan informasi mengenai fitur perbankan dan penggunaannya di kehidupan sehari-hari.
Ricky Satria (Deputy Director of Payment System Policy, Bank of Indonesia) menggaris bawahi pentingnya interoperabilitas dan sarana digital yang terjangkau untuk mendorong adopsi DFS yang inklusif. BI telah meluncurkan kode Quick Response Indonesia Standard (QRIS) yang bisa dipakai oleh penyedia layanan e-money untuk dengan mudah mengintegrasikan merchant kecil seperti UMKM ke dalam sistem. Beliau juga menambahkan, selain memgembangkan infrastruktur, strategi promosi yang menargetkan merchant kecil seperti UMKM penting untuk dilakukan untuk meningkatkan adopsi dan ekspansi QRIS.
Terakhir, Ida dan Ricky setuju bahwa biaya yang tinggi dalam mengelola agen dan insentif yang minim baik bagi penyedia layanan maupun agen, menjadi tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dan sektor swasta untuk meningkatkan inklusi keuangan. Perbaikan business model, fitur, pengelolaan, dan promosi jaringan agen menjadi salah satu langkah terpenting untuk meningkatkan inklusi keuangan.
Artikel ini merupakan liputan acara webinar peluncuran IFII bertajuk “Menuju Inklusi Keuangan Digital di Indonesia” pada 16 Oktober 2020. Materi presentasi “Towards Inclusive Digital Finance in Indonesia” oleh Simone Schaner dapat diakses pada tautan ini. Untuk mengakses laporan whitepaper IFII, kunjungi tautan ini.